14 Agustus 2009

Aspek Botani & Klasifikasi Tembakau

Aspek Botani Tembakau

Tanaman tembakau merupakan tanaman semusim, dalam dunia pertanian tergolong tanaman perkebunan tetapi bukan merupakan kelompok tanaman pangan. Tanaman tembakau dibudidayakan dalam pertanian untuk dimanfaatkan daunnya sebagai pembuatan rokok. Menurut Padmo dan Djatmiko (1991), spesies tanaman tembakau yang pernah ada di dunia ini diperkirakan mencapai lebih dari 20 jenis, di mana persebaran geografis sangat mempengaruhi cara bercocok tanam serta spesies, varietas yang diusahakan, dan mutu yang dihasilkan. Klasifikasi tanaman tembakau dalam sistematika tumbuhan sebagai berikut:

Regnum : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Sub Famili : Nicotianae

Genus : Nicotiana L.

Spesies : N. tabaccum, N. rustica

Klasifikasi Tembakau

Matnawi (1997) menyatakan, secara umum tembakau di Indonesia dapat dipisahkan menurut musim tanamnya yang terbagi menjadi dua jenis yaitu:

1. Tembakau Voor-Oogst

Tembakau semacam ini biasanya dinamakan tembakau musim kemarau atau onberegend. Artinya, jenis tembakau yang ditanam pada waktu musim penghujan dan dipanen pada waktu musim kemarau.

2. Tembakau Na-Oogst

Tembakau Na-Oogst adalah jenis tembakau yang ditanam pada musim kemarau, kemudian dipanen atau dipetik pada musim penghujan.

Berdasarkan bentuk fisiknya, tembakau di Indonesia dipasarkan dalam dua wujud, yaitu:

1. Rajangan (slicing type)

Tembakau rajangan sangat unik, dimana hanya terdapat di Indonesia saja. Tembakau dipasarkan dalam bentuk rajangan, dimana sebelum dipasarkan, terlebih dahulu dirajang sedemikian rupa, untuk selanjutnya dilakukan proses pengeringan dengan bantuan sinar matahari (sun cured).

Berdasarkan tipe ukuran rajangannya, terbagi menjadi dua, broad cut (meliputi rajangan kasar dan sedang) dan fine cut (rajangan halus). Berdasarkan warna hasil fermentasi, tembakau rajangan dibagi menjadi dua, rajangan kuning dan hitam. Disebut rajangan kuning, sebab hasil fermentasi nantinya cenderung berwarna kuning, sedangkan rajangan hitam dikarenakan hasil fermentasi cenderung berwarna gelap.

2. Krosok (leaf type)

Krosok merupakan jenis yang paling banyak terdapat di dunia. Tembakau krosok dipasarkan dalam bentuk lembaran daun utuh, setelah melalui proses pengeringan. Harga tembakau krosok cenderung lebih mahal dari pada rajangan, sebab melalui tahapan yang panjang sebelum siap dipasarkan, mulai pengeringan hingga sortasi.

Berdasarkan metode pengeringannya, tembakau dibedakan menjadi:

1. Air cured, adalah proses pengeringan daun tembakau dengan menggunakan aliran udara bebas (angin). Metode pengeringan ini memerlukan bangunan khusus (curing shed). Pengeringan dengan meode ini akan menghasilkan tembakau dengan kadar gula rendah namun tinggi nikotin.

2. Flue cured, adalah proses pengeringan daun tembakau dengan mengalirkan udara panas melalui pipa (flue). Tembakau yang tergolong jenis ini adalah tembakau Virginia FC. Menurut Anonim (2002a), prinsip pengeringan flue cured sangat sederhana, berkurangnya kelembaban secara perlahan selama 24 – 60 jam pertama (masa penguningan) diikuti hilangnya kadar air secara cepat hingga lamina mengering, yang diikuti mengeringnya gagang.

3. Sun cured, adalah proses pengeringan dengan menggunakan sinar matahari secara langsung (penjemuran). Proses penjemuran untuk tembakau rajangan berlangsung selama 2-3 hari, sedang krosok selama 7-10 hari. Metode ini juga dipakai untuk pengeringan tembakau Oriental, yang menghasilkan kadar gula dan nikotin yang rendah.

4. Fire cured, adalah proses pengeringan daun tembakau dengan cara mengalirkan asap dan panas dari bawah susunan daun tembakau. Berbeda dengan flue cured, dimana bara api tidak dibiarkan membara, melainkan dijaga agar tetap mengeluarkan asap. Bahan baku yang umum digunakan agar menghasilkan asap yang cukup antara lain kayu akasia yang dicampur dengan ampas dan bongkol tebu, sehingga diharapkan menghasilkan aroma yang harum dan manis. Pengeringan dengan meode ini akan menghasilkan tembakau dengan kadar gula rendah namun tinggi nikotin.

Sumber:

Padmo, S dan Djatmiko, E. 1991. Tembakau : Kajian Sosial-Ekonomi. Yogyakarta. Aditya Media.

Matnawi, H. 1997. Budi Daya Tembakau Bawah Naungan. Yogyakarta. Kanisius

21 Februari 2009

Kandungan Kimia Tembakau
1. Nikotin
Nikotin termasuk dalam golongan alkaloid yang terdapat dalam famili Solanaceae. Nikotin dalam jumlah banyak terdapat pada tanaman tembakau, sedang dalam jumlah kecil terdapat pada tomat, kentang dan terung. Nikotin, bersama kokain dapat pula ditemukan pada daun tanaman koka. Kadar nikotin berkisar antara 0,6 – 3,0% dari berat kering tembakau, dimana proses biosintesisnya terjadi di akar dan terakumulasi pada daun tembakau. Nikotin terjadi dari biosintesis unsur N pada akar dan terakumulasi pada daun. Fungsi nikotin adalah sebagai bahan kimia antiherbivora dan adanya kandungan neurotoxin yang sangat sensitif bagi serangga, sehingga nicotine digunakan sebagai insektisida pada masa lalu.
Nikotin (β-pyridil-α-N-methyl pyrrolidine) merupakan senyawa organik spesifik yang terkandung dalam daun tembakau. Apabila dihisap senyawa ini akan menimbulkan rangsangan psikologis bagi perokok dan membuatnya menjadi ketagihan. Selama ini yang terjadi adalah tembakau mutu tinggi pada umumnya mengandung nikotin dan senyawa aromatisnya tinggi. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kadar nikotin antara lain tipe tanah, ketinggian tempat, kerapatan populasi tanaman, dosis pupuk dan jenis lahan. Tembakau yang ditanam pada tanah berat berkadar nikotin lebih rendah dibanding yang ditanam di tanah lempung. Kadar nikotin tembakau cenderung meningkat bila ditanam di daerah yang lebih tinggi. Semakin banyak populasi tanaman per hektar kadar nikotin semakin rendah, dan semakin tinggi dosis pemupukan nitrogen kadar nikotin semakin tinggi. Kadar nikotin tembakau yang ditanam di lahan sawah lebih rendah dibanding di lahan tegal.
Kandungan racun LD50 dalam nikotin pada dosis 40-60 mg (0,5-1 mg/kg) dapat menjadi dosis yang mematikan untuk manusia dewasa. Pada konsentrasi yang rendah sekitar 1 mg, nikotin memberikan sebuah stimulant pada saraf otak kelompok mamalia untuk melepaskan dophamine, yaitu neurotransmitter yang membuat kita merasa lebih baik. Disamping itu juga melepaskan glutamate yang akan berhubungan dengan memori otak dan menyampaikan pesan bahwa rasa enak itu akan didapatkan dari merokok. Hal inilah yang menjadi awal dari ketergantungan pada nikotin melalui kebiasaan merokok.
Nikotin dari sisi farmakologi mempunyai peran dalam mempercepat denyut jantung, memperkuat setiap denyutan jantung dan memperendah konsumsi oksigen oleh otot jantung. Sedangkan dari sisi fisiodinamik, nikotin memberikan efek euphoria, meningkatkan kewaspadaan dan memberikan sensasi relaksasi atau ketenangan.

2. Tar
Tar (Total Aerosol Residue), didefinisikan sebagai padatan terlarut yang terdapat pada filter rokok. Dalam analisa laboratorium, tar merupakan hasil padatan terlarut setelah ekstraksi air dan nikotin. Kandungan tar bervariasi dalam setiap campuran tembakau dalam rokok, dimana salah satunya bergantung pada lubang (pori-pori) kecil untuk mengurangi jumlah asap rokok. Beberapa senyawa kimia dalam tar diidentifikasikan berhubungan dengan resiko kesehatan.
Pada asap rokok terkandung 92% gas dan 8% total particulalate matter (TPM) atau padatan terlarut yang terdapat dalam asap rokok Tar merupakan komponen terbesar dalam TPM yang mengandung carbohydrat, protein, alkaloid, volátil base, volátil acid, phenol dan polycylic aromatic hidrokarbon. Dalam bentuk padat tar berwarna coklat dan merupakan unsur basah tetinggal pada filter rokok. Tar terdapat dalam semua rokok dan cenderung meningkat jumlahnya ketika batang rokok yang dihisap semakin pendek.

3. Gula reduksi
Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi) dengan memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi. Fotosintesis juga berjasa menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme yang menghasilkan energi melalui fotosintesis disebut sebagai fototrof. Fotosintesis merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon bebas dari CO2 diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai molekul penyimpan energi.
Pada dasarnya proses fotosintesis merupakan kebalikan dari pernapasan. Proses pernapasan bertujuan memecah gula menjadi karbondioksida, air dan energi. Sebaliknya, proses fotosintesis mereaksikan (menggabungkan) karbondioksida dan air menjadi gula dengan menggunakan energi cahaya matahari. Secara singkat, persamaan reaksi fotosintesis yang terjadi di alam dapat dituliskan sebagai berikut:

Dalam reaksi tersebut pada prinsipnya terjadi oksidasi H2O dengan membebaskan O2 dan membentuk koenzim tereduksi, misalnya FADH2 dan NADH + H+. Selanjutnya terjadi reduksi CO2 yang membentuk rantai CO2 teroksigenasi yang dapat menghasilkan karbohidrat, asam amino, lipida, serta asam-asam hidroksil. Bila kloroplas daun dianalisis akan didapat sejumlah sukrosa, pati, enzim, dan gula fosfat. Adanya komponen-komponen tersebut mengakibatkan kloroplas dapat mensintesis beberapa senyawa lain, misalnya pektin, selulosa, hemiselulosa, pati, pentosa, dan sebagainya.

Enzim-enzim pada tanaman yang dapat menghidrolisis pati adalah β-amilase, α-amilase, dan fosforilase. Enzim β-amilase dapat memecah pati menjadi fraksi-fraksi yang kecil-kecil, misalnya pemecahan amilosa menjadi fraksi kecil yang disebut maltosa, suatu disakarida dari glukosa. Dibanding β-amilase, kemampuan menghidrolisis α-amilase lebih hebat. Enzim ini dapat menghidrolisis pati menjadi fraksi-fraksi molekul yang terdiri dari 6 sampai 7 unit glukosa.

Proses tersebut disebut proses fosforilasi, dan biasanya tidak disebut proses hidrolisis. Fosforilase dapat memecah amilosa secara tuntas, tetapi bila substratnya amilopektin, disamping glukosa terbentuk dekstrin yang disebut “dekstrin tahan fosforilase” yang molekulnya mengandung cabang-cabang dengan ikatanα-1,6.

tembakau krosok dan rajangan

Tipe Tembakau

Tipe tembakau berdasarkan bentuk keringya dibedakan menjadi tembakau krosok (leaf type) dan tembakau rajangan (slice type). Tembakau krosok merupakan tembakau yang paling banyak terdapat di dunia, sedangkan tembakau rajangan merupakan tipe tembakau asli Indonesia. Berdasarkan bentuk fisiknya, tembakau di Indonesia dipasarkan dalam dua wujud, yaitu:

1. Tembakau Rajangan
Jenis tembakau ini kebanyakan diusahakan oleh rakyat atau penduduk lokal setempat. Pembudidayaannya mulai dari penyemaian, penanaman, pemanenan dan pengolahan daun yang dilakukan oleh petani sendiri (swadaya). Oleh karena itu tembakau jenis ini hanya dikenal di Indonesia saja.
Sebelum dilakukan perajangan, terlebih dahulu dilakukan sortasi daun basah untuk memisahkan berdasarkan tingkat kematangan daun, kecacatan fisik dan posisi daun pada batang, serta pemeraman selama 2-7 hari agar terjadi proses pelayuan (keluarnya ± 30% air) dan penguningan (perubahan pigmen klorofil menjadi xantofil). Setelah dirajang, selanjutnya dikeringkan dengan bantuan sinar matahari (sun cured).

Waktu merajang yang paling baik adalah pada dini hari, dengan tujuan supaya daun yang telah dirajang memperoleh embun pagi. Bila waktu antara merajang dan menjemur terlalu lama maka mengakibatkan terjadinya proses oksidasi dan polimerisasi phenol sehingga tembakau rajangan berwarna lebih gelap dan aromanya berkurang karena penurunan kadar gula (mbanteng – bhs. Jawa).

Penjemuran dilakukan selama 2-3 hari, dimana tembakau ditata pada alas anyaman bambu. Setelah kering, selanjutnya diangin-anginkan, kemudian dikemas (plastik, keranjang atau tikar).
Berdasarkan tipe ukuran rajangannya, terbagi menjadi dua, broad cut (meliputi rajangan kasar dan sedang) dan fine cut (rajangan halus). Berdasarkan warna hasil fermentasi, tembakau rajangan dibagi menjadi dua, rajangan kuning dan hitam. Disebut rajangan kuning, sebab hasil fermentasi nantinya cenderung berwarna kuning, sedangkan rajangan hitam dikarenakan hasil fermentasi cenderung berwarna gelap.

2. Tembakau Krosok
Krosok merupakan jenis yang paling banyak terdapat di dunia. Tembakau krosok dipasarkan dalam bentuk lembaran daun utuh, setelah melalui proses pengeringan. Harga tembakau krosok cenderung lebih mahal dari pada rajangan, sebab melalui tahapan yang panjang sebelum siap dipasarkan, mulai pengeringan hingga sortasi.
Berdasarkan metode pengeringannya, tembakau krosok dibedakan menjadi:
1. Air cured, adalah proses pengeringan daun tembakau dengan menggunakan aliran udara bebas (angin). Metode pengeringan ini memerlukan bangunan khusus (curing shed). Pengeringan dengan meode ini akan menghasilkan tembakau dengan kadar gula rendah namun tinggi nikotin.

2. Flue cured, adalah proses pengeringan daun tembakau dengan mengalirkan udara panas melalui pipa (flue). Tembakau yang tergolong jenis ini adalah tembakau Virginia FC. Prinsip pengeringan flue cured sangat sederhana, berkurangnya kelembaban secara perlahan selama 24 – 60 jam pertama (masa penguningan) diikuti hilangnya kadar air secara cepat hingga lamina mengering, yang diikuti mengeringnya gagang.

3. Sun cured, adalah proses pengeringan dengan menggunakan sinar matahari secara langsung (penjemuran). Proses penjemuran untuk tembakau krosok selama 7-10 hari. Metode ini juga dipakai untuk pengeringan tembakau Oriental, yang menghasilkan kadar gula dan nikotin yang rendah.

4. Fire cured, adalah proses pengeringan daun tembakau dengan cara mengalirkan asap dan panas dari bawah susunan daun tembakau. Berbeda dengan flue cured, dimana bara api tidak dibiarkan membara, melainkan dijaga agar tetap mengeluarkan asap. Bahan baku yang umum digunakan agar menghasilkan asap yang cukup antara lain kayu akasia yang dicampur dengan ampas dan bongkol tebu, sehingga diharapkan menghasilkan aroma yang harum dan manis. Pengeringan dengan meode ini akan menghasilkan tembakau dengan kadar gula rendah namun tinggi nikotin.